Woensdag 15 Mei 2013


A.PERMASALAHAN
Menjalani Kehidupan Muslim dalam Masyarakat Amerika
Salah satu persoalan kaum Muslimin Amerika adalah pendidikan bagi para anggota komonitas mereka, mulai dari pembahasan mengenai pendidikan di sekolah Islam bagi anak-anak, hingga pembelajaran di masjid, dan bentuk-bentuk pendidikan berkelanjutan bagi orang dewasa. Mencari ilmu merupakan suatu kewajiban utama dalam Islam, dan kaum Muslim Amerika sering merujuk pada penegasan Rosulullah Muhammad bahwa setiap orang Muslim harus mencari ilmu setinggi-tingginya, meskipun ia harus pergi jauh sampai ke negri Cina. Dorongan semacam ini memperkuat keteguhan hati orang Muslim dari segala segala usia untuk belajar dan mendapat pendidikan, mulai dari anak-anak hingga para imigran yang sudah tua, yang mungkin hanya perlu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Pembahasan di kalangan Muslim di Amerika Serikat dewasa ini berfokus pada pendidikan yang lebih baik bagi kaum remaja dalam bidang sejarah, teknologi, ilmu pengetahuan, dan banyak bidang lainnya yang membantu mereka memperoleh keberhasilanpribadi dan professional.belajar mengenai unsur-unsur  aagama dan hokum Islam yang relevan dengan kehidupan dalam masyarakat Amerika ini menjadi prioritas utama semua kelompok usia. Selain itu mereka amat dianjurkan mempelajari bahasa Arab sebisa mungkin.



B. ISI / PEMBAHASAN
Cara Mendidik dan Membentuk Karakter Muslim di Amerika
Banyak keluaga Muslim semakin prihatin akan pengalaman anak-anak mereka di sekolah negri. Di ‘masa lalu yang indah,”’ tulis seorang kristus pendidikan sekolah negri, “tentu lebih mudah untuk percaya bahwa system sekolah negri akan melakukan tugasnya dengan baik. Namun hidup semakin rumit,dan kini termasuk tanggung jawab (orang tua) untuk berpartisipasi dalam kurikulum dan lingkunagn pendidikan anak-anak kita”.[1] Para orang tua khawatir akan kulitas pendidikan yang tersedia gagi anak-anak mereka, trauma di sebagian wilayah metropolitan besar. Seperti yang kita ketahui, mereka cemas anak-anak mereka terpapar berbagai pengaruh, mulai dari penyakit-penyakit masyarakat seperti narkoba dan tindak kejahatan, hingga ke tekanan-tekanan terhadap para remaja agar mereka menjadi lebih “meng-Amerika.” Sebagian melihat masalah-masalah yang ada pada sekolah Amerikadisebabkan pihaK Amerika Kristiani (dan Yahudi)telah mengabaikan nilai-nilai dasar keagamaan mereka sendiri. Banyak yang berfikir untuk mengusahakan berdiri pendidikan lembaga-lembaga pendidikan Islam swasta, karena mereka percaya pendidikan Islam akan lebih baik tak hanya dalam kandungan akademis, namun juga dalam aspek pendidikan nilai.


Sebaiknya, ada pula sebagian keluarga Muslim yang memilih pendidiklan putra dan putrid mereka di rumah. Kalngan Muslim yang mendukung sekolah menulis di rumah berbagai artikel mengenai hal yang mereka sebut dengan “S”, artinyasosialisai (pergaulan) dan bahayanya.
Dalam menangapi para pihak yang mengatakan bahwa menahan anak-anak di rumah akan membuat merekan tidak tau cara bergaul dengan anak-anak yang beragama dan berltar belakang berbeda, merka berpendapat bahwa “tinfgkat pergagaulan seperti itu dapat merusak anak-anak”.[2] mereka juga memperdebatkan apakah sekolah khusus putra atau khusus putri di perlukan atau justru tidak layak dalam budaya Amerika, sebagian mengutip kajian-kajian oleh para pendidik yang menyatakan bahwa anak-anak perempuan belajar lebih baik saat mereka dalam keadaan terpisah dari anak-anak lelaki. Beberapa keluarga yang sangat prihatin dengan pendidikan Amerika, dan memiliki sumber-sumber keuangan yang baik dan kenalan yang tepat, memilih mengirim anak-anak mereka untuk bersekolah. Namun keluarga-keluaga lainya, meskipun mereka mungkin merasa khawatir mengenai sekolah-sekolah Amerika, tidak setuju jika anak-anaknya di jauhkan dari arena publikdan khawatir ketersaingan pendidikan swasta atau pendidikan di rumah akan membuat anak-anak tidak siap masuk dalam kehidupan public Amerika kelak. Para orang tua ini mengharapkan pendidikan Islam yang tepat di rumah dan di masjid atau pusat Islam yang cukup “mepersenjatai”anak-anak mereka dalam membuat keputusan yang bijak.

Apapun bentuk pendidikan yang dipilih. Para pendidik menyuruh para orang tua Muslim menyediakan sumber daya-sumber daya dan lingkungan di rumah yang akan membantu anak belajar tak secara lebih efektif namun juga “secara lebih Islam”. Dalam artikel berjudul “Resep Orang Tua Muslim untuk Keberhasilan Anak di Sekolah”, direktur Council of Islamic Shcools in North America (CISNA) mendesak para orang tua untuk menyuruh anak-anak mereka mengerjakan pekerjaan rumah selama satu jam penuh sebelum shalat.  Dengan demikian, berwhudu dan melakukan shalat akan nampak semacam rehat.
Ia juga menyarankan agar bidan-bidang studi yang dipeljari dikaitkan dengan ajaran-ajaran Islam: “Para orang tua harus siap sedia dengan Al-Qua’an dan terjemahnya, Sirah Nabi [kisah kehidupan Rasulullah SAW] dan Hadist Nabi di tangan. Sewaktu sang anak mempelajari sejarah, geografi, ilmu, pengetahuan alamatau ilmu pengetahuan social, merka harus mencvari topik bahasan yang sebanding dalam indeks Al-Qur’an dan Hadist dan memperlihatkan gagasan-gagasan yang serupa dari sudut pandang Islam”.[3]
Sebagian orang tua memilih melelnkapi pendidikan sekolah negri anak-anak mereka dengan pendidikan khusus setelah pulang sekolah dan pada akhir pecan di rumah dimana ada pelajarn Al-Qur’an dan Hadist serta simbil-simbol kebudayaan Islam. Kelompok-kelompok lainya mengupayakan perbaikan pendidikan negeri Amerika. Internasional Institute of Islamic Thought (IIIT) atau Institut Pemikiran Islam Internasional di Hardon, Virginia, misalnya menerbitkan Social Studies Supplementary Teaching Units, yang disusun untuk berbagai tingkatan kelas dalam kurikulum standart bidang studi lilmu social. Meskipun banyak peljaran bidang studi ilmu social di sekolah negri Amerika menyajikan penjelsan yang Eurocentric (bertitik tumpu pad asudut pandang Eropa) mengenai sejarah barat, bahan-bahan ini memberikan perspektif yang lebih luas dan dirancang untuk memasukan nilai-nilai dan identitas Islam di seluruh kurikulum. Bahan-bahan pendidikan ini banyak mengalahkan Islamisasi pengaetahuan berdasarkan model yang dianjurkan pertama kali oleh Isma’il al Faruqi. Jika pendidikan anak-anak Muslim berstandar kokoh pada prinsip-prinsip Islam, ujar pra pendukung model ini, maka pendidikan ini tidak dapat benar-benar memuaskan dalam konteks masyarakat pluraristik sekuler seperti Amerika Utara.
Semakin hari semakin banyakupaya yang dilakukan untuk membantu guru-guru sekolah non-Muslim mengaji agama iSlam dengan pemahaman dan akutansi yang lebih baik. Council of Islamic Educatian (CIE) atau Dewan Pendidikan Islam adalah organisasi nasianal berorganisasikan para cendikiawan yang berkerja dengan para penerbit buku teks siswa K-12 untuk membuat buku tesk yang lebih menyeluruh (koprehensif)dan berimbang dalam hal
agama-agama dunia. CIE mengadakan lokakarya kerja bagi para guru pada konferensi-konferensi nasional mengenai bidang-bidang ilmu social, dan membuat bahan-bahan pelajaran yang yang memberikan informasi berbagai aspek peradaban Muslim.


Di antara sumber-sumber yang disediakan CIE terdapat buku pegangan bagi para pendidik berjudul Teaching About Islam and Muslims in the Publik School Classrom. Buku ini berisikan memgemai prinsip-prinsip Islam dan praktik ibadahnya, satu bagian khusus membahas masalah bagian yang makin peka, terutama bigi siswa-siwa Muslim di sekolah negri, lembar-lembar kegiatan bagi siswa yang belajar tentang Islam, dan informasi mengenai buku, kaset video, dan bahan pendidikan lainnya.
CIE mengumpulkan para perwakilan dari semua kelompok budaya kaum Muslim Amerika (para imigran, warga Amerika keturunan Afrika, kaum Hispanik, warga Amerika pribumi) untuk membahas tentang cara-cara buku teks sejarah Amerika menyajikan budaya yang berbeda-beda. Para anggota bekerja dengan sejumlah penerbit untuk mendorong penyajian yang lebih luas dan lebih representative, dan juga koreksi atas kekeliruandan kesalah presepsi mengenai Islam dan orang-orang Muslim. Kalangan Muslim dan kalanagan lainnya dalam masyarakat pendidikan bergabung dengan mereka dalam upaya menghapuskan stereotype dan penyajian yang menghakimi dalam bahan-bahan yang di gunakan di sekolah negri.sementara itu ,sebagian kaum Muslim bekerja sama dengan kelompok-kelompok Kristiani konservatif dan kelompok-kelompok lainya yang melakukan lobby agar shalat kan kegiatan do’a dapat dilakukan di sekolah negri. “Koalisi pro kegiatan do’a di sekolah tengah berubah”, ujar seorang pengamat masalah pendidikan bagi anak-anak kaum Muslim. “Kini, koalisi ini termasuk juga para kaum Muslim, para pemimpim kulit hitam perkuotaan, dan pemuka agama Kristiani. Bahkan para politisi liberal bergandeng tangan dengan para politisi konsevatif yang religious.

Bertambahnya jumlah kejahatan berat di antara para remaja dan meningkanya seks bebes telah membunyikan alarem tanda bahaya menyebakan meluaskan basis kelopok lobby yang mengkampanyekan diadakanya kegiatan do’a di sekolah negri. Pentingnya hal ini bagi kaum muda guna memiliki waktu sejenak untuk merenung”.[4]
Progam pendidikan Islam di Amerika juga menyedikan pendidikan bagi remaja dan orang dewasa di masjid-masjid dan sekolah akhir pekan di pusat-pusat Islam. Dalam hal ini berbagai jurnal dan organisasi juga menyediakan banyak sekali bahan-bahan dan bantuan. Pengajaran yang diberikan beragam mulai dari Al-Qur’an, sunnah, dan sejarah Islam hingga masalah-masalah mengenai pakaian dan perilaku yang pantas bagi orang Muslim dalam berbagai keadaan. Karena menyadari anak-anak mungkin tak mau menghadiri pengajaran sepulang sekolah atau pengajaran akhir pekan di masjid karna alasan-alasan tertentu, para orang dewasa mengupayakan berbagai strategi untuk membuat kegiatan pengajaran semacam itu lebih menyenangkan.
Sebagian pusat-pusat Islam yang besar, misalnya, menewarkan fasilitas olahraga seperti lapangan bola basket dan volley untuk mengimbangi pengajaran di ruang kelas. Pembelajaran bahasa Arab terutama sangat di anjurkan bagi mereka yang bukan berarasal dari keluarga yang menggunakan bahasa Arab, dan masjid-masjid mengadakan lomba pembacaan dan pengetahuan Al-Qur’an bagi anak-anak dan orang dewasa. Sejumlah upaya yang terorganisir dengan baik mendukung pendidikan Islam bagi kaum Muslim Aamerika.
Rencana pembanggunan Islamic Institute of Religious dan Social Sciences ataub Institut Agama dan Ilmu social Islam di Georgia (GIIRSS), misalnya, memasukan rencana pendirian masjid, fasilitas pendidikan, dan hiburan, dan kemungkinan asrama di dalamnya. GIIRSS tampil sebagai lembaga yang yang non politis, non sectarian, dan nirbala, dan semata-mata dimaksudkan sebagai cara penyediaan pengajaran agamadan pendidikan bagi anak dan remaja Muslim Amerika.
Diharapkan Institut ini dapat menarik perhatain orang muda dari seluruh negri sehinga dapat menjadi sebuah jabatan spiritual dan intelektual antara anak dan remaja dengan orang tua mereka.
Salah satu tema mendapat perhatian tertentu di kalangan masyarakat Muslim Amerika menjelang berakhirnya abat ke-20 adalah mengenai pentingnya mendidik orang-orang Muslim dalam etika Islam dan melengkapi mereka guna menjalankan hidup yang bertanggung jawab dan bermoral. Sebagai sebuah wujud keprihatinan akan keruntuhan moral dalam masyarakat Amerika, penekanan atas sebuah moralitas yang khas Islam ini memberikan alternative penting bagi kaum Muslim Amerikadam juga menunjukan kepada warga Amerika lainya bahwa menjalankan kehidupan yang bermoral dan beretika merupakan hal yang teramat penting bagi Umat Muslim. Islamic Societyof North America (ISNA) atau Masyarakat Islam Ameriak Utara baru-baru ini menerbitkan Encyclopedia on Moral Excellence yang terdiri atas 12 volume yang tersedia dalam bentuk CD-ROM dan dan terjemahan ke dalam beberapa bahasa.


 Tama pertemuan tahunan Muslim Student Association baru-baru ini adalah “Pursuing Moral Excellence in the Quest for Change” (Mengupayakan Keluhuran Moral dalam Mengejar Perubahan). Berbagai artikel dan buku yang baru diterbitkan kini menekankan pengabungan antara tanggung jawab moral dengan pendidikn akademis. “Dari persepektif Islam”’ tulis seorang pendidik, “tujuan pendidik secara umum adalah membesarkan orang-orang Muslim yang baik. Kebaikan ini mengisi dari seorang anak Muslim dengan serangkaian nilai-nilai fundamental yang pada giliranya membuatnya memenuhi kewajiban-kewajibanya dan juga norma-norma perilaku yang benar dalam masyarakat secara alamiah”.[5]
Komunitas Islam semakin memberikan perhatian terhadap pendidikan Islam di tingkat kolase dan universitas, meskipun hingga saat ini hanya sedikit sekali lembaga yang khusus Muslim. American Islamic College yang di dirikan di Chicago pada tahun 1983 adalah salah satunya dan merupakan lembaga jenis pertama dari jenisnya. AIC memberikan gelar bachelor of arts yang disetujui oleh Illinois Board of Higher Education  dan menawarkan berbagai bidang di njrusan ilmu pengetahuan social da ilmu alam, ilmu computer, ekonomi, sejarah, dan bidang-bidang kajian lainnya, selain juga sejumlah mata kuliah di bidang kajian Bahasa Arab dan kajian Islam.
Pada tahun 1996 sekolah program S-2 (graduate study) Muslim pertama di Amerika didirikan dengan nama School of Islamic and Social Sciences di Leesburg, Virginia. SISS menyedikan kesempatan untuk belajar dengan para staf pengajar dalam tradisi Islam.
Tujuannya yakni untuk mendidik para pemimpin yang mengabdi pada penetapan budaya dan perdaban Muslim di Amerika Utara. Saat ini, SISS menawarkan dua jurusan program master of arts mengenai kajian Islam dam master untuk pendidikan imam shalat. Sekolah ini telah menerima ijin dari Virginia for Higher Education (Dewan Pendidikan Tnggi Virginia) untuk menawarkan berbegai mata kuliah untuk program masternya, namun di Amerika Serikat tidak terdapat organisai yang memberikan ijin resmi bagi pendidikan program ima tersebut. Ada pula Imam Ali Seminarydi Median, New York, sebuah sekolah kaum Syi’ah yang khusus memberikan pelatihan bagi para guru untuk membantu dalam pengembagan pribadi dan masyarakat Muslim yang hidup di Amerika. Para mahasiswa Muslim yang belajar di berbagai college dan universitas lain di Amarika Serikat semakin lantang bersuara dalam upaya untuk memperoleh pengakuan atas diri dan komunitas mereka. Upaya-upaya ini, yang di dukung oleh kelompok-kelompok nasional seperti Muslim Student Association (MSA), makin menampak hasil. Unuversitas Syracuse telah mengakui ‘eid al-fitr di akhir bulan Ramadhan senbagi hari libur resmi sekolah, dan seluruh unuversita tutup pada hari itu. Di Universitas Syracuse dan Harvard, daging halal (memenuhi syarat Islam) tersedi bagi mahasiswa berdasarkan permintaan. Di Mount Holyoke College, para mahasiswa Muslim dan Yahudi dapat menemukan hari dalam seminggu untuk bergbagi makan bersama yang dimasak di dapur halal secara Islam dan kosher ( memenuhi syarat agama Yahudi).



Sementara itu, penerbit berkala dan surat kabar Islam mengankat berbagai prestasi orang-orang muda Muslim di kolose dan universitas, dan banyak yang memiliki  rubrik khusus yang dipentukan bagi pendidik, memberikan kiat-kiat bagi calon mahasiswa mengenai apa saja mulai dari mengisi aplikasi bantuan keungan hingga cara memilih teman sekamar yang tepat. Para mahasiswa Muslim menulis artikel surat kabar kampus dan jurnal Muslim nasional memperingatkan mengenai kesulitan-kesulitan dalam menjalankan hidup secara Islam di kolose dan menekankan pentingnya berteman dengan sesame kaum muda Muslim lainya. “ Saya ingin mengatakan bahwa menjaga iman anda dan memperkuat deen (agama) anda sewaktu bersekolah di kolase terketak pada persaudaraan dengan sesama kaum Muslim dan Muslimah. Orang-orang Muslim di kampus tidak memiliki ketakwaan untuk  hidup sebagai individu dalam masyarakat mereka yang kafir (tidak beriman)”, tulis sseirang mahasiswa di Universitas Rutgers. “Kekuatan tarletak pada jumlah kita karna sulit bagi shaitan (setan) untuk melakukan tipu dayanya terhadap orang-orang yang berkelompok disbandingkan dengan terhadap orang yang sendirian”.[6]





Kesimpulan
Sebagian orang tua memilih melelnkapi pendidikan sekolah negri anak-anak mereka dengan pendidikan khusus setelah pulang sekolah dan pada akhir pecan di rumah dimana ada pelajarn Al-Qur’an dan Hadist serta simbol-simbol kebudayaan Islam. Dorongan semacam ini memperkuat keteguhan hati orang Muslim dari segala segala usia untuk belajar dan mendapat pendidikan, mulai dari anak-anak hingga para imigran yang sudah tua, yang mungkin hanya perlu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Pembahasan di kalangan Muslim di Amerika Serikat dewasa ini berfokus pada pendidikan yang lebih baik bagi kaum remaja dalam bidang sejarah, teknologi, ilmu pengetahuan, dan banyak bidang lainnya yang membantu mereka memperoleh keberhasilanpribadi dan professional.belajar mengenai unsur-unsur  aagama dan hokum Islam yang relevan dengan kehidupan dalam masyarakat Amerika ini menjadi prioritas utama semua kelompok usia. Selain itu mereka amat dianjurkan mempelajari bahasa Arab sebisa mungkin.
Saran
Para orang tua seharusnya memberi pendidikan Islam yang tepat di rumah dan di masjid atau pusat Islam yang cukup “mepersenjatai”anak-anak mereka dalam membuat keputusan yang bijak. Dan papun bentuk pendidikan yang dipilih. Para pendidik menyuruh para orang tua Muslim menyediakan sumber daya-sumber daya dan lingkungan di rumah yang akan membantu anak belajar tak secara lebih efektif namun juga “secara lebih Islam”.

Daftar Pustaka
Jane I. Smith
Islam DI Amerika/ Jane I. Smith; Neng Dara (ed); penerjemah: Siti Zuraidah; kata pengantar: Dr Alwi Shihab – Ed. 1 – Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2004. hlm. 191-203.


[1] Jameilah Al-Hashimi, “The Public School System Veersus Islamic School”, Islamic Horizon (Juni/Juli 1997): hlm. 55.

[2] Cynthia R. Sulaiman, “The ‘S’ Word, Academics dan College: Questions Muslim Home Schooling Families Are Asked”, Islamic Horizon (Juni/Juli 1997): hml. 47.

[3] Sabah E. Karam, “ Muslim Parents’ Recipe for Children’s Success in School”, Islamic Harizon (Juni/Juli 1997): hlm. 46.


[4] Mahdi Bray, “School Prayer: The Need for Muslim Protective Involvement”, Islamic Horizon (Januari/Februari 1995): hlm. 18.

[5] Alia Amer dan Abdul Hadi Harman Shah, “Guiding Principles for Islamic Social Behavior”, Al Jumuah (4&5 1418 H): hlm.23.

[6] Jahan-zaib Hasan Gilani, “Muslim Youth in College”, The Message (November 1997): hlm. 34.

2 opmerkings: